Pedihnya Sakaratul Maut



Sakaratul maut adalah peristiwa sakitnya kematian. Penderitaan yang paling akhir bagi seorang yang hidup. Sebelum nyawa manusia dicabut, terlebih dahulu ia akan mengalami pedihnya sakaratul maut.
Itulah proses kematian anak Adam, yaitu ketika terjadi perpisahan antara raga dan nyawa. Setiap anggota tubuhnya akan saling mengucapkan selamat berpisah kepada satu sama lain. Proses itu sungguh menyakitkan dan suatu peristiwa yang sangat dahsyat. 
Luqman al-Hakim berkata kepada putranya, “Wahai anakku, engkau tidak tahu kapan maut mendatangimu. Persiapkan dirimu menyambutnya sebelum ia tiba-tiba menyerangmu.” Hendaknya kita mengetahui bahwa hanya orang yang telah mengalami rasa pedih sakaratul mautlah yang mengetahui hakikat rasa sakit tersebut. Tetapi orang yang belum pernah merasainya hanya dapat mengetahuinya atas dasar dugaan atau menyaksikan sakit dan pedihnya orang lain saat sakaratul-maut.
DUGAAN. Jasad yang tidak hidup atau yang tidak punya nyawa tidak memiliki rasa sakit dan tidak dapat merasai rasa sakit dan rasa-rasa lain. Hanya jasad yang bernyawalah yang dapat merasai rasa-rasa tersebut. Ini menunjukkan bahwa hanya nyawalah yang merasai rasa sakit. Ketika seekor binatang terkena pukulan atau tersentuh api, maka dampaknya atau akibatnya akan dapat dirasakan oleh nyawanya. Ia merasai rasa sakit, nyeri atau perih sesuai dengan pengaruh atau dampak yang mengenainya. Rasa sakit atau nyeri menjadi kurang terasakan karena ungkapannya tersebar ke segenap daging, darah atau bagian-bagian tubuh lainnya. Tatkala nyawa langsung terkena oleh sesuatu tanpa menemui hal lain, maka rasa sakit yang dialaminya tentu sangat hebat. Rasa sakit saat ajal, saat sakaratul-maut, dirasakan langsung oleh nyawa karena ia tercabut dari tubuh yang mengandung nyawa. Jika ada duri yang menusuk kaki kita, maka hal itu hanya mempengaruhi sebagian dari nyawa kita. Demikian pula, jika ada sebagian tubuh kita tersundut api, maka seluruh tubuh akan terasa sakit karena ada kehidupan (nyawa) pada setiap bagian tubuh. Ketika kehidupan (nyawa) itu dicabut dari setiap anggota tubuh, maka betapa hebat sekali rasa sakit yang akan dirasakan oleh tubuh. Ia tercabut dari setiap sendi, setiap otot, dan bahkan dari setiap akar rambut mulai dari kepala hingga kaki. Teriakan suara manusia kemudian terputus ketika rasa sakit dan nyeri mencapai puncaknya. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis, “Taubat seorang hamba tidak akan diterima ketika ia telah mencapai ajal.”
Dalam Al-Quran Allah Ta’ala berfirman tentang saat-saat terakhir kehidupan ini, “Dan tidaklah tobat diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, ia mengatakan, `Sesungguhnya saya bertobat sekarang ….’.” (Qs an-Nisa’ [41: 18). Nabi Saw biasa berdoa berkenaan dengan kejadian saat ajal, “Ya Allah Tuhanku, mudahkan sakaratul-maut (hilangkan rasa sakit saat ajal) bagi Muhammad.” Nabi Saw dan orang-orang yang dekat dengan Allah takut dengan rasa sakit dan pedih saat sakaratul maut. Nabi `Isa As berkata, “Wahai murid-muridku, berdoalah kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia berkenan memberimu kemudahan saat menghadapi sakaratul-maut. Sungguh aku mengetahui betapa hebatnya rasa sakit saat sakaratul-maut.”
Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika sekelompok orang Bani Israil lewat di sisi sebuah permakaman. Mereka berkata satu sama lain, “Alangkah baiknya jika salah seorang di antara kita berdoa kepada Allah Ta’ala agar seseorang dari penghuni kubur ini bisa bangun dan mengabarkan kepada kita berita tentang alam kubur.” Karena itu, mereka berdoa bersama kepada Allah untuk keperluan itu. Tiba-tiba salah satu mayat bangkit dari kuburnya dan di tempat antara kedua matanya terdapat bekas-bekas sujud. Si mayat bertanya, “Wahai kaumku, apa yang kauinginkan dariku? Aku menderita akibat rasa sakit saat sakaratul-mautselama lima puluh tahun terakhir in Apa yang kuderita saat kematian belum juga berkurang hingga saat ini.”
Siti Aisyah Ra berkata, “Aku tak percaya bahwa rasa sakit saat ajal seseorang yang lain lebih ringan daripada rasa sakit saat kematian Rasulullah scperti yang ku-saksikan.” Rasulullah Saw berdoa, “Ya Allah Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengambil nyawa dari ruas, sendi, tulang-belulang bahkan dari ujung jari. Ya Allah Tuhanku, mudahkanlah kematian itu untukku.”Beliau bersabda sesaat menjelang ajalnya, “Rasa sakit saat kematian datang ibarat ditetak dengan 300 mata pedang.”
Pada suatu hari, beliau ditanya mengenai mati dan kesulitannya saat kematian. Beliau menjawab, “Seringan-ringan rasa sakit saat kematian sama dengan rasa sakit yang disebabkan oleh trisula besi yang dicabut setelah ditusukkan pada kedua bola mata.”
Suatu ketika, Nabi Saw menjenguk seorang yang sakit lalu bersabda, Aku tahu rasa sakit yang kauderita. Tidak ada urat yang tak merasakan rasa sakit saat kematian datang.”
Sayidina Ali Kw menyuntikkan semangat dan keberanian untuk berperang di jalan Allah dengan ucapannya, “Jika kalian tidak berperang (membunuh) di jalan Allah, niscaya kalian pun akan mati. Demi Dia yang hidupku berada di tangan-Nya, sungguh seribu tebasan pedang yang membunuhku lebih ringan bagiku daripada mati di atas tempat tidur.”
Waliyullah besar Syaddad bin Aus berkata, “Mati adalah bencana yang paling mengerikan di antara semua petaka di dunia ini dan di akhirat nanti bagi seorang muk-min. Ia lebih menyakitkan daripada badan dicincang dengan pedang atau gunting atau direbus di dalam kuali. Jika seorang yang mati bisa bangkit dan memberi tahu kepada penduduk dunia tentang kematian, maka mereka tidak akan mengambil suatu manfaat pun dari kehidupan dunia dan tidak akan pernah dapat tidur barang sejenak pun.”
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis, “Mati mendadak adalah kesenangan bagi seorang mukmin dan kesedihan bagi seorang zalim.”
Beliau juga diriwayatkan pernah bersabda, “jika sehelai rambut dari satu mayat diletakkan pada penduduk langit dan bumi, niscaya mereka akan mati dengan izin Allah Ta’ala.” Hal ini disebabkan oleh tekanan beratnya, karena setiap helai rambut adalah tunduk pada kematian. Dan seandainya mati menimpa terhadap sesuatu maka sesuatu itu pun akan mati. Di-riwayatkan bahwa apabila setitik kepedihan mati ditetes-kan pada bukit-bukit di dunia, niscaya akan hancur bukit-bukit itu. Saat ajal Nabi Ibrahim As tiba, Allah Ta’ala berfirman kepada beliau, “Wahai khalil-Ku, bagaimana engkau merasai mati?” Beliau menjawab, “Seperti kait-besi panas yang berulangkali dimasukkan dan ditarik pada kain yang basah.” Allah Ta’ala berfirman, “Sebenarnya Aku telah memudahkan kematian bagimu.”
Dikisahkan mengenai Nabi Musa As bahwa ketika nyawanya dibawa ke hadapan Allah Azza wa Jalla, Dia bertanya kepada Musa, “Wahai Musa, apa yang kau-rasakan ketika mati (sakaratul-maut)?”
Jawab Musa As, “Aku rasakan hidupku laksana seekor pipit. Ketika ia dibakar (digoreng) di atas pembakarán (penggorengan), ia tak mampu terbang dan juga tak selamat dari rasa sakit saat mati. Aku merasakan rasa sakit yang luar biasa saat sakaratul-maut seperti yang dialaminya.”
Ada suatu riwayat yang mengisahkan bahwa pada saat ajal menjemput Nabi Saw, di dekat beliau terdapat sewadah air. Beliau mencelupkan tangannya ke dalam wadah lalu membasuh mukanya dengan air tersebut seraya berkata, “Ya Allah Tuhanku, mudahkan aku menghadapi sakaratul-maut.” Sayidah Fathimah Ra berkata saat itu, “Wahai ayahku, betapa hebat rasa sakit yang kaurasakan!” Kemudian beliau bersabda, “Tetapi tak akan ada lagi kesusahan atas ayahmu setelah ini.”
Pada suatu hari, Sayidina `Umar bin al-Khaththab berkata kepada Ka’ab al-Ahbar, “Wahai Ka’ab, terangkan kepadaku tentang mati.” Maka Ka’ab pun menjelaskan, “Wahai Amirul Mukminin, mati adalah seperti sebuah ranting yang penuh dengan duri lalu dimasukkan ke dalam perut. Setiap duri tertancap pada urat yang ada. Setelah itu seorang laki-laki kuat menariknya dengan paksa, maka terambillah darinya apa yang dapat diambil dan tertinggallah padanya apa yang tidak dapat diambil.”
TIGA BENCANA KEMATIAN. Ada tiga bencana kematian. Bencana pertama adalah rasa sakit saat nyawa tercabut dari badan (naza’). Bencana kedua adalah saat melihat sosok malaikat maut (pencabut nyawa) dan masuknya kengerian dan ketakutan ke dalam hati. Bencana ketiga yaitu ketika orang yang banyak berbuat dosa melihat bakal tempatnya di Neraka dan, sebaliknya, orang salih pun melihat bakal-tempatnya di Sorga. Yang pertama telah kita paparkan di atas.
Telah diceritakan bahwa Nabi Ibrahim As berkata kepada, lzrail, sang malaikat maut, “Dapatkah kauperlihatkan kepadaku wajahmu saat engkau mengambil nyawa seorang pemaksiat?”
Ia menjawab, “Apakah engkau sanggup melihatnya?”
Ibrahim As berkata, “Insya Allah, aku sanggup untuk itu!”
Maka, berkatalah malaikat maut, “Palingkan mukamu dari hadapanku.” Lalu Ibrahim As memalingkan mukanya dari hadapan malaikat maut. Maka ia menyaksikan tubuh malaikat maut menjadi hitam legam, rambutnya keriting, baunya sangat busuk, tertutup dengan baju hitam, dari mulut dan lubang hidungnya keluar lidah api yang menyala-nyala dan asap pekat. Menyaksikan pemandangan seperti itu, Ibrahim kemudian jatuh tak sadarkan din.
Setelah memperoleh kesadarannya kembali, beliau melihat malaikat maut dalam bentuk semula lantas berkata, “Ya malaikat maut! Jika seorang pendosa tidak melihat sesuatu pun kecuali rupamu saat sakaratu-maut, maka hal itu cukup menjadi siksaan baginya.”
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda, “Nabi Daud As adalah pria yang pencemburu. Ketika ia keluar rumah, ia menutup semua pintu rumahnya. Ketika pada suatu hari ia keluar rumah dan mengunci semua pintu rumahnya. Tidak lama setelah Daud keluar rumahnya, istrinya yang tinggal di rumah melihat seorang laki-laki berada di dalam rumah yang terkunci itu.
Ia bertanya kepada laki-laki tersebut, `Bagaimana engkau masuk ke dalam rumah? Jika Daud datang, niscaya kepalamu akan dipukul.’ Tatkala Daud datang dan melihat laki-laki itu, ia bertanya, `Siapakah engkau?’ Jawab si laki-laki, Aku adalah yang ditakuti oleh para raja dan kaisar dan yang tidak dapat dicegah oleh para khalilullah.’ Maka Daud pun berkata, ‘Demi Allah, engkau tentulah malaikat maut.’ Setelah mengatakan ucapan ini, Daud menutupi dirinya dengan selimut.”
Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Nabi `Isa As berlalu di dekat seonggok tengkorak manusia. Lalu ia menyepak dengan kakinya seraya berkata, “Berkatalah kepadaku dengan izin Allah.” Setelah itu, tengkorak tersebut berkata, “Aku adalah raja wilayah in Aku duduk di singgasana dengan mahkota di kepalaku dan dengan prajurit di sekelilingku dan dengan pengiring dan pelayan menyertaiku. Tiba-tiba pada suatu saat datanglah ma-laikat maut kepadaku. Anggota-anggota tubuhku men-jadi takberdaya menyaksikan rupanya dan nyawaku pergi bersama dengannya.”
Nabi Ibrahim As memiliki tempat khusus untuk bcribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Ketika ia pergi, ditutupnyalah semua pintu dan jendela. Pada suatu hari ia kembali dari bepergian dan menemukan seseorang di dalamnya. Ia bertanya kepada orang itu, “Siapakah yang memasukkanmu ke dalam rumahku?”
Orang itu menjawab, “Pemilik rumah ini yang memasukkanku ke dalamnya.”
Ia berkata, “Akulah pemiliknya.”
Orang itu berkata lagi, “Dia Tuhanmu sendiri dan Tuhankulah yang telah memasukkan aku ke dalamnya.”
Tanya Ibrahim, “Apakah engkau seorang malaikat?”
Kata orang itu, “Aku malaikat maut.”
Ibrahim berkata, “Maukah kauperlihatkan kepadaku bentuk rupamu ketika engkau mencabut nyawa seorang mukmin?”
Kata malaikat maut, “Akan kuperlihatkan ia kepadamu. Palingkan wajahmu dari aku.” Setelah itu, malaikat maut memperlihatkan dirinya kepada Ibrahim dalam rupa seorang remaja yang tampan dan berperilaku santun, mengenakan baju putih dan tubuhnya penuh dengan aroma yang wangi.
Ibrahim berkata, “Wahai malaikat maut, jika seorang mukmin tidak melihat sesuatu pun padamu kecuali ini, maka hal itu sudah memadai baginya sebagai pahala.” Kemudian saat itu Ibrahim juga melihat dua orang malaikat yang menulis buku amal manusia.
Bencana ketiga saat sakaratul-maut yaitu ketika orang yang akan mati melihat bakal-tempatnya di Neraka atau di Sorga. Nyawanya tidak akan keluar dari tubuhnya sebelum ia mendengar pemberitahuan dari malaikat tentang bakal-tempatnya di Sorga atau di Neraka. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis, “Tak seorang pun di antara kalian yang keluar dari dunia ini kecuali ia mengetahui tempat tujuannya dan melihat bakal tempatnya di Sorga atau di Neraka.” Beliau juga bersabda dalam sebuah hadis lainnya, “Barangsiapa suka bertemu dengan aku, maka Allah juga suka bertemu dengannya. Allah tidak ingin bertemu dengan orang yang tidak ingin bertemu denganku.” Para sahabat bertanya, “Tak seorang pun dari kami suka dengan mail” Beliau bersabda, “Masalahnya bukan itu. Jikalau keadaan seorang mukmin ridha berkenaan dengan apa yang ada pada dirinya, maka ia senang berjumpa dengan Allah dan Allah juga senang berjumpa dengannya.”
Pada suatu hari Marwan mengunjungi Abu Hurairah Ra yang tengah menjelang kematiannya. Maka Marwan berdoa, “Ya Allah, ringankanlah baginya kematian.” Abu Hurairah berkata, “Ya Allah, persulitlah ia bagiku.” Lalu ia menangis seraya berkata, “Demi Allah, aku tidak menangis karena aku gundah kepada dunia tetapi aku menunggu (dengan cemas) dna hal dari Tuhanku—Sorga atau Neraka.”
Hasan al-Bashri berkata, “Tidak ada kesenangan bagi seorang mukmin yang melebihi kenikmatan bertemu dengan Allah Ta ‘ala. Hari kematian adalah hari yang membahagiakan bagi orang yang merasa gembira berjumpa dengan Allah.”
Related : Pedihnya Sakaratul Maut.