Macam Hadits Shahih dan Klasifikasinya

 Sebetulnya bagaimana klasifikasi hadits itu?karena kadang orang berkata apa yang mereka lakukan itu menurut hadits.
Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.

Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Qur’an.

B. Syarat-Syarat Hadits Shahih

Untuk bisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:

   1.      Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
   2.      Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.
   3.      Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.
   4.      Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits)
   5.      Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.

C. Klasifikasi Hadits Shahih

   1.      Hadits Shahih li-dzatih yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat diatas.

      Contoh:

      Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan berhajji.”
   2.      Hadits Shahih li-ghairih yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur hingga karenya berderajat hasan, lalu didapati padanya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.

      Contoh:

      Seandainya aku tidak menyusahkan ummatku, pastilah aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat (HR Bukhari Muslim)

      Hadits ini bila kita riwayatkan dari Bukhari dan Muslim, menjadi hadits yang shahih dengan sendirinya. Karena keduanya meriwayatkan dari jalan Al-A’raj bin Hurmuz (117 H) dari Abi Hurairah ra. Isnad ini dengan jelas menetapkan keshahihan hadits.

      Namun bila kita lihat lewat jalur periwayatan At-Tirmizy, maka hadits ini statusnya menjadi shahih li ghairihi (menjadi shahih karena ada hadits lainnya yang shahih). Berbeda dengan Bukhari dan Muslim, At-Tirmizy meriwayatkan hadits ini lewat jalur Muhammad bin Amir yang kurang kuat ingatannya. Lalu lewat jalur Abu Salamah dari Abu Hurairah ra. Maka segala riwayatnya dianggap hasan saja. Namun karena ada riwayat yang shahih dari jalur lain, maka jadilah hadits ini shahih li ghairihi.

D. Kedudukan Hadits Shahih

Sebenarnya di dalam sebuah hadits yang berstatus shahih, masih ada level atau martabat lagi. Ada yang tinggi nilai keshahihannya, ada yang menengah dan ada yang agak rendah.

Semuanya disebabkan oleh nilai kedhabitan (kekuatan ingatan) dan keadilan perawinya. Ada sebagian perawi yang punya kekuatan ingatan yang melebihi perawi lainnya. Demikian juga dari sisi ‘adalah-nya, masing-masing punya nilai sendiri-sendiri.

Kalau kita susun berdasarkan kriteria itu, maka kita bisa membuat daftar berdasarkan dari yang nilai keshahihannya paling tinggi ke yang paling rendah.

   1.      Ashahhu’l-asanid

      Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakan dengan istilah silsilatuz-zahab. Diantara yang mencapai level tertinggi adalah:
          *

            Az-Zuhri (Ibnu Syihab Al-Quraisi Al-Madani, seorang tabi’i yang jalil) dari Salim bin Abdullah dari ayahnya (Abdullah bin Umar ra).
          *

            Muhammad bin Sirin dari Abidah bin Amr dari Ali bin Abi Thalib ra.
          *

            Ibrahim an-Nakha’i dari ‘Alqamah dari Ibnu Mas’ud ra.

      Al-Bukhari mengatakan bahwa ashahhul asanid adalah sanad dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah mengatakan bahwa Ashahhul asanid adalah sanad Az-Zuhri dari Ali bin Al-Nusain dari ayahnya (Al-Husain bin Ali).
   2. Muttafaq-‘alaihi

      Yaitu hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits, Bukhary dan Muslim. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga oleh Muslim dengan riwayat yang satu dan mereka berdua sepakat menshahihkannya. Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadits yang berstatus muttafaq alaihi ini adalah ‘Umdatul Ahkam karya Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600H).
   3.  Infrada bihi’l Bukhary
     Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
   4.     Infrada bihi’l Muslim .
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhary tidak meriwayatkan.
   5.      Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim

      Hadits Shahih yang tidak secara langsung dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukhari-Muslim. Hadits dengan status seperti ini disebut dengan istilah Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim. Meski keduanya tidak meriwayatkan. Syarat-syaratnya yaitu rawi-rawi hadits yang dikemukakan terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhary atau Shahih Muslim.

      Dikatakan demikian karena ada hadits tertentu yang tidak terdapat di dalam kitab shahih Bukhari atau kitab Shahih Muslim, namun memiliki perawi yang terdapat di dalam kedua kitab itu. Karena perawinya diterima oleh Bukhari dan Muslim, maka meski hadits itu tidak tercantum di dalam kedua kitab shahih, derajatnya dikatakan sebagai shahih juga, namun dengan tambahan kata ‘ala syarti albukari wa muslim.
   6.    Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Bukhary

      Hadits Shahih yang menurut syarat Bukhary sedang beliau tidak meriwayatkannya.
   7.     Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Muslim

      Hadits Shahih yang menurut syarat Muslim sedang beliau tidak meriwayatkannya.
   8.     Hadits Shahih lainnya

      Yaitu yang tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim
Related : Macam Hadits Shahih dan Klasifikasinya.